Leisure dan rekreasi bagi penyandang Tunagrahita
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leisure atau waktu senggang merupakan
waktu luang yang terbebas dari tanggung jawab/kewajiban untuk bekerja/mencari
nafkah yang dapat diisi dengan segala bentuk aktifitas yang dilakukan dengan
santai atau bukan suatu bentuk keharusan atau tergesa-gesa dengan tujuan untuk
bersenang-senang. Sedangkan recreation/rekreasi
merupakan aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang
tersebut.
Terdapat
berbagai aktifitas/rekreasi yang dapat dilakukan untuk mengisi waktu luang atau
melakukan rekreasi. Secara umum ada beberapa jenis rekreasi, seperti pariwisata
(mengunjungi objek-objek wiata), olahraga (senam aerobic), permainan (outbond),
dan hobi (memancing). Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya suatu rekreasi. Menurut Bovy dan Lawason (1997) ada enam faktor yang
mempengaruhi terjadinya rekreasi, yaitu :
1. Faktor
sosial ekonomi
2. Faktor
jenis kelamin, usia dan kelurga
3. Faktor ketersediaan waktu luang
4. Waktu
luang penyelenggaraan rekreasi ibu rumah tngga akan berbeda dengan wanita
pekerja
5. Faktor
pranata, yaitu faktor berhubungan dengan pencapaian, besar dana yang dimiliki,
perubahan sikap terhadap rekreasi.
Setiap
aktifitas yang dilakukan selalu memiliki tujuan, tidak terkecuali dengan
rekreasi. Adapun tujuan dari adanya rekreasi, yaitu menciptakan dan membina
hubungan manusia; mempertahankan kelestarian alam; mempertahankan nilai-nilai
budaya; kesenangn dan kepuasan karena dapat memenuhi rasa; memulihkan kesehatan
jasmani dan rohani.
Selain
memiliki tujuan, rekreasi juga memiliki banyak kegunaan. Menurut Wing Haryono
dalam buku “Pariwisata Rekreasi dan Entertainment” mengatakan bahwa kegunaan
dari rekreasi yaitu untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran; untuk dapat
membentuk atau membangun karakter, sebagai pencegah kriminalitas; sebagai saran
pendidikan moral serta; untuk hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi. Oleh
sebab itu setiap orang tentu membutuhkan waktu senggang dan rekreasi untuk
me-refresh kembali pikiran dan tenaga mereka, mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa, lansia, dan tak terkecuali oleh mereka yang memeiliki keterbelakangan /
kebutuhan khusus.
Menurut
Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya yang selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi, atau fisik. Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan
khusus, salah satunya dalah tuna grahita (retadarsi mental). Tunagrahita
merupakan anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan
mental jauh di bawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, komunikasi maupun sosial. Sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam
menghadapi mereka, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, hingga sosial
masyarakat, serta penyelenggaraan atau penyediaan aktifitas pengisi waktu
luang/senggang untuk para penyandang tunagrahita tersebut.
Oleh
sebab itu, melalui karya tulis ini penulis berusaha mengemukaan beberapa
aktifitas yang dapat dilakukan pada waktu senggang oleh orang-orang dengan
kebutuhan khusus, khususnya orang-orang penyandang ‘tunagrahita’. Dimana
aktifitas-aktifitas yang akan kami kembangkan bertujuan tidak hanya mdapat
memeberi kesenangan/kegembiraan namun sekaligus juga memberi suatu pendidikan
atau terapi, yang dapat merangsang pertumbuhan pola pikir, sikap, komunikasi,
dan sosial mereka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Leisure
Menurut
Dumadezirer, waktu luang adalah relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri.
Dalam ketiga aspek tersebut, mereka akan menemukan kesembuhan dari rasa lelah,
pelepasan dari rasa bosan, dan kebebasan dari hal-hal yang bersifat
menghasilkan. Dengan kata lain, waktu luang merupakan ekspresi dari seluruh
aspirasi manusia dalam mencari kebahagiaan, berhubungan dengan tugas baru,
etnik baru, kebijakan baru, dan kebudayaan baru. Sedangkan menurut Goodale dan
Godbye dalam buku The Evolution Of Leisure : “Waktu luang adalah suatu
kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang berasal dari luar kebudayaan
seseorang dan lingkungannya sehingga mampu untuk bertindak sesuai rasa kasih
yang tak terelakkan yang bersifat menyenangkan, pantas, dan menyediakan sebuah
dasar keyakinan”.
Dari
beberapa penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa leisure adalah
relaksaksi/hiburan yang bebas dari segala tekanan atau hal-hal yang bersifat
menghasilkan sehingga mampu bertindak atau mengisi menghabiskan waktu tersebut
dengan segala bentuk aktifitas yang bersifat nyaman dan menyenangkan.
2.2 Motivasi Leisure
Berikut beberapa motivasi yang mendorong
adanya leisure/waktu luang :
1. Keluar
dari rutinitas dan tanggung jawab
2. Kreativitas
3. Relaksasi
4. Kontak
sosial
5. Bertemu
orang-orang baru
6. Pengakuan
status
7. Aktualisasi
diri
8. Menghabiskan
waktu
9. Intelektual
10. Prestasi/tantangan
2.3 Pengertian Rekreasi
Menurut
Kraus, rekreasi adalah aktivitas atau pengalaman yang di peroleh atau di
lakukan dalam waktu senggang dan biasanya di laksanakan di waktu senggang.
Begitu pula dengan Kaplan yang menyebutkan bahwa rekreasi adalah suatu
aktivitas yang di lakukan secara ringan pada waktu luang secara suka rela sebagai akibat dari pemulihan kerja
berat yang di lakukan. Sedangkan menurut Mary Helen, rekreasi bukan peristiwa
gerakan tetapi peristiwa emosi dan melupakan aktivitas pada waktu senggang yang
membuat orang menjadi senang untuk mengembalikan tenaga baik fisik maupun
mental.
Dari
pendapat beberapa ahli diatas, dapat kami simpulkan bahwa recreation/rekreasi
merupakan aktifitas-aktifitas yang dilakukan pada waktu senggang dengan tujuan
bersenang-senang, sehingga dapat memulihkan kembali tenaga fisik maupun mental.
2.4. Jenis-jenis Rekreasi
Menurut Patricia Farrel dalam The Process
of Recreation Programming dan Ivor Selly dalam Outdoor Recreation and The Urban
Environment menyatakn bahwa jenis-jenis rekreasi yaitu :
1. Berdasarkan
jenisnya dapat dibedakan sebagai berikut
:
1. Fungsi
-
Hiburan (untuk mendapatkan kesenangan)
-
Pendidikan (member fungsi hiburn serta
pendidik)
b. Sifat
Kegiatan
-
Bermain (olahraga)
-
Bersuka (belanja, menonton film,
jalan-jalan, dll)
-
Bersantai (music, pemandangan)
c. Objek
- Rekreasi
budaya (rekreasi dengan objek yang mengandung/menyimpan nilai-nilai budaya)
- Rekreasi
buatan (rekreasi dengan objek wisatanya yang merupakn buatan dari manusia)
- Rekreasi
agro (rekreasi yang memanfaatkan potensi dari pertanian sebagai objeknya)
- Rekreasi
alam (rekreasi yang memanfaatkan potensi alam sebagai objek utamanya)
d. Partisipasi
Pelaku
- Rekreasi
aktip (pelaku kegiatan berperan secara langsung untuk melakukan tindakan
kreatif unruk dirinya, seperti melukis, olahraga, dll)
- Rekreasi
pasip (pelaku tidak melakukan kegiatan, hanya menikmati objek, seperti
menonton, membaca, dan sebagainya).
e. Tingkat
Usia
- Anak-anak
(5-13 th)
- Remaja
(14-24 th)
- Dewasa
(25-45 th)
- Usia
lanjut (55 th keatas)
f. Tingkat
Pelayanan
- Lingkungan
rumah (memanfatkan ruang di dalam rumah)
- Lingkungan
sekitar (satu lingkungan perumahan atau bebrapa lingkungan perumahan)
- Tingkat
kota
- Tingkat
regional/daerah
g. Tingkat
Penghsilan
- Tingkat
Penghasilan rendah (waktunya hanya dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan,
biasanya rekreasi terjadi Karen kebetulan/dengn biaya yang sangat rendah)
- Tingkat
menengah (kebutuhannya sudah dapt terpenuhi, dan mulai memikirkan kebutuhannya
akan rekreasi yang sesuai dengan keadaan finansialnya)
- Tingkat
penghsilan tinggi (rekreasi menjadi suatu kebutuhan yang diharapkan dapat
meningkatkan prestise diri mereka, rekreasi yang dipilih biasanya bersifat
eksklusif dan mahal)
h. Tingkatan
Umur (anak-anak, remaja, dan dewasa)
i.
Waktu Penyelenggaraan (pagi, siang,
malam)
j.
Tempat (indoor dan outdoor)
2. Ditinjau
dari segi fasilitas
a
Fasilitas khusus (bersift spesifik)
b
Fasilitas pokok ( fasilitas-fasilitas
yang harus ada)
3. Klasifikasi
sarana olahraga kreatif
a
Berdasarkan sifat ruang
- Indoor
(dalam ruangan)
- Outdoor
(diluar ruangan)
- Semi
indoor dan outdoor (wadah rekreasi yang hanya menggunakan penutup atap saja)
b. Berdasarkan kelompok usia pemakai
- Unruk
anak-anak (area bermain)
- Untuk
dewasa (gedung olhraga, lap. Olhraga, dll)
c. Berdasarkan
jenis penggunaannya
- Rekreasi
komunal (multi used) terdiri dari bermacam-macam aktifitas yang dapat dilakukan
dalam kompleks.
- Rekreasi
tunggal (single used), terdiri dari satu macam kegiatan utama.
- Sarana
pelengkap (servis used), untuk melayani rekreasi di luar bangunan
d. Berdasarkan
fungsinya membagi waktu istirahat (berdasarkan harian, mingguan, liburan)
e. Berdasarkan
ruang lingkup
- Lingkup
perumahan
- Lingkup
wilayah, terdiri dari beberapa fasilitas rekreasi dengan lingkup perumahan
- Lingkup
perkotaan, untuk pemakai umum dalam kota
- Lingkup
daerah regional, terletak di dalam atau di luar kota dan melayani beberapa
daerah sekitarnya
- Lingkup
nasional, sifatnya nasional dan mempunyai karakter tersendiri
- Lingkup
internasional, melayani seluruh dunia
f. Berdasarkan
keterkaitan pemakai dikaitkan dengan lokasi (rekreasi darat, air, udara)
g. Berdasarkan
aktifitas atau kegiatan
- Big
muscle activities
Rekreasi yang memerlukan tenaga atau
fisik.
- Social
activities
Rekreasi yang bertujuan sosial, seperti
bercakap-cakap, jalan-jalan bersama, melibatkan interaksi sosial sebagi
kegiatan utama.
- Physical
recreation
Memerlukan usaha atau kegiatan fisik
sebagai kegiatan utama.
- Cognitive
recreation
Melibatkan kebudayaan, pendidikan, dan
kreatifitas.
- Environment-related
recreation
Rekreasi yang memanfaatkan potensi alam
dalam kegiatannya, seperti olahraga arung jeram.
- Rhythms
and music
Rekreasi yang diakibatkan oleh irama dan
musik yang memberikan kesenangan, persahabatan, seperti bernyanyi dan berdansa.
- Hand
intellect
Rekreasi yang mengembangkan keterampilan
tangan dan pikiran, misalnya melukis dan mematung.
- Creative
play
Rekreasi yang mengembangkan imajinasi,
daya khayal akan sesuatu yang bukan sesungguhnya, misalnya : membuat bangunan
dari pasir.
- Nature
learning
Rekreasi di alam terbuka seperti
berkemah dan mendaki gunung.
- Mental
Mekreasi yang merupakan ekspresi dari
aktifitas masyarakat yang berisfat mendidik, misalnya berdebat, berdiskusi, dan lain-lain.
- Collecting
Mengumpulkan benda-benda sebagai hobi,
masuk ke dalam kelompok sosial tertentu atau memilih salah satu cara kehidupan
yang khusus.
- Service
activities
Sebagian orang tertentu merupakan
kesenangan tersendiri jika melakukan pelayanan kegiatan umum, misalnya :
sebagai juri, grur, dan lain-lain.
- Shopping
activities
Sebagian orang berbelanja menjadi
aktifitas rekreasi yang merupakan suatu kesenangan. Antara lain : kesempatan
untuk memperoleh pelayanan, kesenangan dalam tawar-menawar, cuci mata dengan
melihat-lihat.
- Relaxation
Rekreasi yang bertujuan melepaskan diri
dari ketegangan dan kelelahan mental dan fisik untuk mencapai kesenangan dan
kesegaran, misalnya ; menikmati pemandangan alam, duduk di taman, dan
lain-lain.
- Solitude
Menyendiri
untuk melepaskan kesibukan sehari-hari dengan beristirahat di tempat tertentu
yang sepi, seperti keluar kota, ke gunung.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Gambaran Umum Tunagrahita
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak
berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang
tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian
tunagahita pun bermacam-macam. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah
lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan
kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan
kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah
cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat
kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya
cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang
mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga
yang disertai dengan gangguan pendengaran. Namun, tidak semua anak tunagrahita
memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita
ringan lebih banyak pada kemampuan daya
tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak
berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik,
emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang
pada kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh
para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan
utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi
digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction
refers to significantly subaverage general Intellectual functioning resulting
in or adaptive behavior and manifested during the developmental period”.
Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi)
pada masa perkembangannya. Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (1987)
menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi
komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya
ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku
di masyarakat.
Dari
definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita perhatikan adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi
Intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata, maksudnya bahwa
kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan sehingga yang bersangkutan
memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh: anak normal rata-rata IQ
100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang
bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan
pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda
darinya.
c. Ketunagrahitaan
berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu
terjadi pada masa perkembanngan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan
uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila
seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang
brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
3.2 Klsifikasi dan Karakteristik Tunagrahita
Tunagrahita terdiri atas beberapa
klasifikasi, yaitu :
1. Tunagrahita
Ringan
Anak
yang tergolong dalam Tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan
kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung,
menggambar, bahkan menjahit. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak
berkomunikasi, selain itu kondisi fisik mereka juga tidak terlihat begitu
mencolok. Mereka mampu mengurus dirinya sendiri untuk berlindung dari bahaya
apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra,
mereka hanya perlu terus dilatih dan dididik.
2. Tunagrahita
Sedang
Tidak jauh berbeda dengan anak
tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu untuk diajak
berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis,
membaca, dan berhitung. Tetapi, mereka paham untuk menjawab pertanyan dari
orang lain, contohnya, ia tahu siapa namanya, alamat rumah, umur, nama
orangtuanya. Mereka akan mampu menjawab dengan jelas. Sedikit perhatian dan
pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan social anak tunagrahita
sedang.
3. Tunagrahita
Berat
Anak
tunagrahita berat dapat disebut juga Idiot. Karena dalam kegiatan sehari-
harinya membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayananyang maksimal.
Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Asumsi anak tunagrahita sama
dengan idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita tergolong dalam tunagrahita
berat.
Sedangkan
karakteristik dari para penyandang Tunagrahita dapat dijabarkan sebagai berikut
:
1. Fisik
(Penampilan)
a. Hampir
sama dengan anak normal
b. Kematangan
motorik lambat
c. Koordinasi
gerak kurang
d. Anak
tunagrahita berat dapat kelihatan
e. Intelektual
2. Intelektual
a. Sulit
mempelajari hal-hal akademik.
b. Anak
tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
c. Anak
tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
d. Anak
tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun,
dengan IQ 30 ke bawah.
3. Sosial
dan Emosi
a.
Bergaul dengan anak yang lebih muda.
b.
Suka menyendiri
c.
Mudah dipengaruhi
d.
Kurang dinamis
e.
Kurang pertimbangan/kontrol diri
f.
Kurang konsentrasi
g.
Mudah dipengaruh
h.
Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
Selain
berdasarkan hal-hal diatas, karakteristik dari penyandang tungrahita juga dapat
dibedakan berdasarkan tingkatannya, yaitu :
1. Karakteristik
Anak Tunagrahita Ringan
Anak
tunagrahita ringan yang lancar berbicara tetapi kurang pembendaharaan
kata-katanya. Mereka mengalami kesulitan berfikir abstrak, tetapi mereka masih
dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah
khusus, pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak
umur 12 tahun, tetapi itupun hanya sebagian dari mereka, sebagian tidak dapat
mencapai umur kecerdasan seperti itu.
2. Karakteristik
anak Tunagrahita Sedang
Anak
tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas, tetapi dapat membedakan bahaya dan bukan
bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan
yang mempunyai arti ekonomi pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan
yang sama dengan anak umur 7 tahun atau 8 tahun. R. P. Mandey and Jhon Wiles
(1959) menyatakan : “imbeciles have the intelligence of a child of up seven
years.” Maksudnya ialah anak tunagrahita sedang dapat mencapai umur kecerdasan
yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun.
3. Karakteristik
Anak Tunagrahita Berat dan Sangat berat
Anak
tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung
pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri
sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya harus dibantu). Pada umumnya
mereka tidak dapat membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak
mungkin berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya, dan jika sedang berbicara
maka kata-katanya dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seseorang anak
tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti
anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
3.3 Motivasi Waktu Senggang dan Melakukan Rekreasi
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa motivasi secara umum/faktor pendorong seseorang untuk memiliki waktu
senggang yaitu untuk keluar dari rutiitas yang dilakukan setiap hari,
mengembangkan kreatifitas, relaksaksi, kontak sosial, bertemu dengan orang-orng
barru, pengakuan status, aktualisasi diri, menghabiskan waktu, intelektual,
serta meningkatkan prestasi atau menjawab tantangan akan suatu hal. Begitu pula
yang dirasakan oleh mereka orang-orang yang berkebutuhan khusus, khususnya yang
kami observasi yaitu anak-anak penyandang tunagrahita.
Dari hasil wawancara kami dengan seorang
pengajar di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) beserta siswanya yang merupakan
penyandang tunagrahita, kami dapat menyimpulkan bahwa motivasi utama mereka
melaksanakan observasi adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka. Selain
untuk memenuhi rasa ingin tahu, mereka termotivasi jug karena ingin relaksaksi
dan keluar dari rutinitas. Hal tersebut tercermin dari bagaimana antusias
mereka ketika kami singgung tentang berwisata atau yang biasa mereka sebut
dengan ‘jalan-jalan’.
3.4 Aktifitas Waktu Senggang
Dari setiap pertanyaan yang kami lontarkan dalam
wawancara beberapa saat yang lalu, meski dengan malu-malu mereka menjawab dengan penuh
antusias, tentang apa yang menjadi harapan mereka terkait rekreasi dan aktifitas
untuk mengisi waktu luang. Banyak diantara mereka menjawab bahwa ketika mereka
memiliki waktu luang, mereka lebih banyak menghabiskaan waktu dirumah seperti
menyapu, menonton tv, bermain disekitar rumah, dan melakukan pekerjaan rumah
lainnya. Namun setelah berupaya dengan memberikan ekspektasi-ekspektasi terkait
perjalanan akhirnya mereka dapat mengerti dan mengutarakan harapannya ketika
mereka mendapat
kesempatan untuk melakukan aktivitas lain yang bukan di dalam rumah mereka.
Sesuai dengan motivasi mereka untuk
memenuhi rasa ingin tahu sekaligus relaksaksi dan keluar dari rutinitas, mereka
menginginkan untuk pergi ketempat-tempat dimana mereka dapat memenuhi rasa
ingin tahu mereka, dan cenderung hanya untuk melihat-lihat tanpa melakukan
aktivitas atau yang biasa disebut dalam bahasa mereka yaitu ‘jalan-jalan’.
Jalan-jalan yang dimaksud yaitu berupa kunjungan/mengunjungi tempat wisata
seperti kebun binatng, kebun raya, agrowisata, taman safari, dan tempat-tempat
lainnya yang cenderung hanya sekedar untuk melihat-lihat tanpa adanya suatu
aktifitas yang terlalu berarti.namun bukan berarti mereka tidak dapat bermain.
Dari penuturan mereka kami memperoleh beberapa aktivitas lain yang mereka suka
dan ingin lakukan, seperti bermain bola, melukis, dan menari.
Oleh sebab itu kami mencoba untuk
mengembangkan aktifitas tersebut menjadi sebuah aktifitas yang menarik namun tetap
mendukung perkembangan motorik anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dengan
menggunakan play therapy yaitu terapi
yang diberikan melalui permainan atau olah raga ringan.
Terapi Permainan atau dalam istilah
psikologi disebut juga Play Therapy merupakan teknik psikoterapi yang
didasarkan pada asumsi, bahwa keinginan-keinginan tak sadar seorang anak,
konflik dan rasa ketakutannya akan sering diketahui dengan melihat aktivitas
bermainnya; atau permainan yang dirancang membantu pasien, biasanya seorang
anak, guna melepaskan tegangan atau mempelajari penyesuaian yang memadai kepada
situasi yang mengganggunya (A. R. Henry Sitanggang, S.H. , 1994;333).
Dari pengertian Terapi Permainan, maka
jelas dikatakan bahwa perilaku anak akan terlihat jelas sampai sejauh mana
mereka menanggapi setiap permainan yang ditawarkan kepadanya sehingga setiap
ekfresi yang ditampilkan bisa dianggap sebagai reaksi atas apa yang mereka
rasakan ketika terlibat dalam setiap permainan. Dalam permainan terjadi
beberapa proses pembentukan pada anak, baik dari segi fisik dengan bergerak,
kognitif dengan mengikuti setiap langkah permainan, sosial dengan mengenal
teman bermain, maupun emosi anak dengan merasakan sensasi dan kegembiraan. Ini
semua akan sangat bermanfaat apabila diterapkan pada anak tunagrahita yang
secara fisik, sosial dan emosinya mengalami gangguan.
Melalui permainan anak akan mengenal
dirinya, potensi yang dimilikinya serta memacu mereka untuk lebih kreatif serta
berani bersikap dalam mengikuti alur permainan yang tanpa mereka sadari telah
membawanya ke dalam satu proses yang
telah dapat meningkatkan kemampuannya. Selain itu melalui permainan, anak
dilatih untuk mengenal karakter orang lain, lalu memahami alur permaian serta
melatih mereka untuk bersikap sportif ketika megalami kegagalan. Dengan
mengenal karakater orang lain dalam hal ini teman bermainnya, sudah mengarahkan
anak pada kehidupan sosial, kemudian memahami alur permainan, jelas ini
membantu anak dalam proses berpikir sedangkan bersikap sportif, tentunya ini
berkaitan erat dengan pengendalian emosi, melatih anak untuk mampu bersikap
lapang dada.
Salah
satu perminan yang cukup familiar
adalah ‘Bocce’. Bocce merupakan permainan melempar bola khusus penyandang
tunagrahita, dimana melalui permainan ini dapat merangsang perkembangan motorik
tangan dan kaki, mengasah konsentrasi, latihan bersosialisasi dan kerja sama
tim. Selain bocce , kami juga berusaha
menjawab/mewujudkan ekpektasi mereka terkait aktivitas di waktu luang yaitu dengan
mengkombinasikan bocce bersama senam
aerobic dan menggambar/melukis. Dimana senam aerobic juga dapat mengembangkan
saraf motorik mereka, serta melukis dapat meningkatkan konsentrasi serta daya
imajinasi mereka.
3.5 Rekreasi berbasis Play Therapy
bagi Penyandang Tunagrahita
Disini kami berusaha untuk dapat mengkombinasikan
aktivitas-aktivitas pengisi waktu luang dengan segala hrapan mereka namun tetap
merangsang perkembangan mereka. Oleh sebab itu kmi mengembangkan aktivitas
pengisi waktu luang yaitu rekreasi berbasis play
therapy bagi penyandang tunagrahita atau dalam skala besar, dapat
dikembngkn menjadi paket wisata berbasis play
therapy bagi penyandang tunagrahita. Adapun pengembangan paket wisata
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Lokasi
Lokasi yang dipilih untuk pengadaan
kegiatan tersebut yaitu didaerah agrowisata atau kebun raya. Lokasi tersebut
dipilih dengan alasan untuk dapat menjawab/memenuhi harapan mereka. Selain itu
juga dapat menyesuaikan kegiatan-kegiatan lainnya yang akan dilangsungkan,
seperti senam erobik dan bocce yang tentunya memerlukan tempat yang cukup luas.
2.
Senam Erobik
Kegitan pertama yang dilakukan adalah
penyegarn dengn senam erobik. Ada beberapa jenis olahraga yang dapat diajarkan
kepada penyandang tunagrahita salah satunya senam aerobik. Berlatih senam
dengan gerakan-gerakan sederhana, seperti menggerakkan kepala ke kiri dan ke
kanan, menunduk dan menengahdahkan kepala. Menggerakkan tangan dari depan ke
samping lalu ke atas. Merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan, lalu membungkuk
dan menyentuh ujung kaki kiri dengan tangan kanan dan menyentuh ujung kaki
kanan dengan tangan kiri dan seterusnya.
Ada juga kombinasi senam berlari di
tempat sambil bertepuk tangan. Pemanasan dilakukan sebelum melakukan
gerakan-gerakan senam, setelah selesai diakhiri dengan pendinginan antara
lainmenarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. Dengan olahraga senam ini,
berguna membuat tubuh mereka lebih sehat dan sekaligus terapi organ motorik.
Waktu yang dibutuhkan untuk senam ini cukup 45 menit. Selanjutnya para pesert
akan dibiarkan untuk beristirahat 30 menit, yang kemudian dilanjutkn dengan
permainan bocce.
3.
Bocce
Bocce merupakan olahraga rekreasi,
dimainkan dua regu yang masing-masing terdiri dari tiga hingga empat orang. Dalam
permainan bocce ada 3 jenis bola, masing-masing berukuran kecil, sedang hingga
besar dengan warna-warna yang menarik. Bola kecil diletakkan di sebuah area
atau lapangan berumput sebagai sasaran. Di lapangan tersebut ada batas untuk
pelempar bola. Dua tim atau regu
yang saling berhadapan berlomba melemparkan bola yang berukuran besar agar
mengenai atau mendekati sasaran. Jika pelempar dapat melemparkan bola besar
mendekati atau mengenai sasaran, tim akan mendapat poin.
Saat melempar bola berukuran besar,
posisi si pelempar harus agak sedikit menunduk hingga sekitar 45 derajat, dengan posisi kaki kiri
di depan dan kaki kanan di belakang. Saat melempar bola, pelempar bergerak satu langkah ke depan. Posisi dan gerakan ini
seperti melempar bola dalam permainan bowling. Pelempar tidak diperbolehkan
melempar bola dengan posisi badan tegak. Jika itu dilakukan, dianggap sebuah
kesalahan dan akan memberikan poin untuk regu lawan.
Dalam memainkan bocce ini, ada
kombinasi antara permainan dan gerak-gerak tubuh yang bermanfaat untuk
merangsang syaraf dan gerakan motorik tubuh. Permainan ini bisa melatih motorik
tangan dan kaki, mengasah konsentrasi, latihan bersosialisasi dan kerja sama tim. Posisi tubuh dan gerakan saat melempar bola
juga berfungsi melatih kelenturan otot punggung, tangan dan kaki.
Setiap anggota kelompok mendapatkan
kesempatan melempar bola. Agar bola mengenai atau mendekati sasaran, pelempar
harus melakukannya dengan konsentrasi penuh. Latihan konsentrasi ini sangat
berguna bagi anak-anak penyandang tunagrahita. Untuk memenangkan permainan,
setiap kelompok didorong untuk “memiliki strategi”. Mereka diminta berdiskusi,
membicarakan langkah apa yang akan mereka lakukan untuk memenangkan pertandingan.
4.
Pengenalan
Lingkungan
Setelah puas bermain, para peserta
akan diajak untuk berjaln-jalan disekitar agrowisata atau kebun raya tersebut.
Selain berjlan-jalan mereka juga akan dikenalkan dengan lingkungan tersebut. Oleh
sebab itu para peserta akan didampingi oleh seorang pemandu, aatau jika peserta
ada dalam jumlah yang besar, akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan satu
orang pemandu dimasing-masing kelompok.
5.
Melukis
Kegiatan terakhir adalah melukis.
Merekaakan diminta melukis sesuai dengan imajinasi mereka. Melukis tersebut
dilakukan diluar ruangan, yaitu disekitaragriwisata atau kebun raya tersebut
sesuai dengan spot-spot yang mereka inginkan. Setelah lukisan mereka jadi,
mereka diminta untuk menjelaskan karya mereka masing-masing. Hal tersebut
dilakukan untuk dapat merangsang kemampuan bicara serta kontak sosial mereka.
Kemudian sebagai
penutup kegiatan, peserta
akan dikumpulkan kembali untuk berkumpul dan
bernyanyi bersama.
Jika dalam skala besar dapat dikembangkan
menjadi ‘Paket Wisata’, maka dalam skala kecil dapat dikembangkan menjadi
rekresi bersama keluarga. Konsep aktifitas sama, namun yang membedakan hanya
pada jumlah peserta. Dimana dalam rekreasi ini, yang
menjadi peserta seluruh anggota keluarga. Untuk pemilihan tempat dapat
dilakukan di halaman rumah, atau di lapangan umum untuk rekresi, seperti pusat
kota / alun-alun. Sedangkan kegiatannya masih dalam konsep yang sama, mulai dari
senam sampai melukis, sesuai dengan apa yang ingin mereka lakukan bersama
dengan keluarga khususnya bagi anggota keluarga penyandang tunagrahita.
3.6 Klasifikasi Jenis Rekresi dari Rekreasi Berbasis Play Therapy bagi Penyandang Tunagrhita
Adapun klasifikasi jjenis rekreasi dri
pengembangan aktifitas rekresi kami, dapat di jbarkan sebagai berikut :
1.
Berdasarkan
Jenisnya
Ditinjau
dari jenisnya, maka aktivitas yang kami kembangkan merupakan aktivitas yang selain
untuk hiburan, juga memberikan fungsi pendidikan melalui play therapy. Adapun sifat dari kegiatan kami yaitu bermain(olahraga)
dengan objeknya, yaitu rekreasi agro dan rekreasi alam. Partisipasi pelaku
dalam kegiatan kami adalah rekreasi aktif, diman pelaku/peserta berperan
secara langsung untuk melakukan tindakan kreatif unruk dirinya, seperti
melukis, olahraga, dll. Selain itu kegitan kami mengambil tempat outdoor sehingga dilaksanakan mulai pagi
hari.
2.
Ditinjau dari
Fasilitas
Ditinjau
dari fasilitas, kegiatan kami tentu menggunakan fasilitas-fsilitas khusus atau
bersifat spesifik. Hal tersebut terjadi mengingat peserta dari
kegiatan/aktivits kami adalah mereka yang menyandang tunagrahita.
3.
Ditinjau dari
klasifikasi sarana olahraga kreative
Berdasarkan
sifat ruang maka aktifitas kami tergolong dalam kegitan outdoor denga kelompok usia pemakai yaitu anak-anak. Sedangkan
berdasarkan jenis penggunaannya, maka aktifitas kami termasuk dalam rekresi
komunal (multi-used) yang terdiri
dari bermacam-macam aktifitas yang dapat dilakukan dalam kompleks. Selanjutnya,
lokasi aktifitas kami mengambil lokasi darat dengan klasifikasi kegiatan, yaitu
Social Activities (Rekreasi
yang bertujuan sosial, seperti bercakap-cakap, jalan-jalan bersama, melibatkan
interaksi sosial sebagi kegiatan utama.), Physical
Recreation (Memerlukan usaha atau kegiatan fisik sebagai kegiatan utama),
dan Hand Intelect (Rekreasi yang
mengembangkan keterampilan tangan dan pikiran, misalnya melukis dan mematung).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setiap orang mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa, lansia membutuhkan leisure dan rekreasi untuk dapat merefresh kembali
pikiran dan tenaga mereka, tak terkecuali pula pada orang-orang dengan
kebutuhan khusus, salah satunya yaitu orang dengan penyandang Tunagrahita. Tunagrahita
merupakan penyakit keterbelakangan mental dengan pola berpikir serta kemampuan
kecerdasan(IQ) yang lambat. Oleh sebab itu dibutuhkan pelayanan khusus terhadap
orang-orang penyandang tunagrahita baik dari pendidikikan, komunikasi, dan
sosial. Begitupula dalam penyediaan aktivitas pengisi waktu luang atau
rekreasi, dimana diharapkan aktifitas tersebut tidak hanya dapat menyegarkan
pikiran dan tenaga namun juga dapat merangsang tumbuh kembah dari orang-orang
penyandang tunagrahita itu sendiri.
4.2 Saran
Setiap orang membutuhkan waktu luang dan
juga rekreasi tidak terkecuali orang-orang dengan kebutuhn-kebutuhan khusus
seperti tunagrahita. Oleh karena itu diharapkan kedepannya agar baik pemerintah
maupun masyarakat dapat saling bekerja sama untuk mengembangkan
kegiatan-kegiatan leisure and recreation untuk anak-anak tersebut, baik berupa pure permainan maupun
pengembangan-pengembangan permainan melalui beberapa terapi.